Inter vs Juve : Musuh Sepanjang Hayat
Tak perlu "poling-poling-an" untuk membuktikan siapa musuh abadi Inter Milan. Siapapun yang mengaku Interisti pasti sepakat bahwa klub yang paling mereka benci adalah Juventus. Bagi Interisti, arti pertandingan melawan tim berbaju ala narapidana tempo dulu itu bagaikan melawan kerajaan setan!
Ada wartawan yang sok menganalisis kalo kebencian Inter atas Juve itu semata-mata karena kalah prestasi. No, tapi yang bikin sakit itu karena pertandingan La Beneamata kontra Nyonya Peot itu sering diwarnai hasil-hasil kontroversial. Sudah rahasia umum kalo Juve itu kekasih wasit, karena memang kerap diuntungkan oleh si pengadil lapangan (yang kemudian terbukti dengan Skandal Calciopoli).
Sebelum tahun 2006, Interisti sudah terbiasa membaca ejekan-ejekan meremehkan di media dari para petinggi Juve macam Luciano Moggi. Well, yakinlah kebenaran dan kejujuran pasti akan menang, sebaliknya kecurangan akan membawa kehancuran. Skandal Calcioapoli yang memalukan jagat sepakbola Italia terungkap. Moggi jadi pesakitan. Sementara para Juventini mendapat sebuah kado terindah yang pasti akan selalu dikenang seumur hidup mereka: tiket degaradasi ke Serie-B! Haha...
Partai Inter versus Juve sering dikenal dengan sebutan "Derby d'Italia". Istilah ini dipopulerkan pada tahun 1967 oleh seorang wartawan olahraga terkenal di Italia, Gianni Brera, merujuk pada masa itu kedua klub adalah yang tersukses di negeri pizza, dan belum pernah terdegradasi dari Serie-A. Sampai musim 1965/66, Juve telah mengumpulkan 12 titel scudetto, sedangkan Inter 10. Tapi Inter lebih bangga karena kala itu mereka sudah memenangi dua Piala Champions, dan satu Piala Interkontinental. Dari aspek di luar olahraga, Milan dan Turin adalah kota terbesar di kawasan barat laut Italia, baik secara geografis maupun industri. Tapi sejak 2006/07, dasar sebutan Derby d'Italia oleh Brera sudah tidak relevan lagi, karena pada musim itu untuk pertama kalinya Juve turun ke Serie-B akibat Skandal Calciopoli (tapi kalo kamu buka situs Wikipedia edisi bahasa Indonesia, ada Juventini stupid yang menulis walau Juve turun ke Seri-B tapi itu bukan termasuk degradasi.. dasar oon, hee).
Berikut beragam kisah perseteruan Inter dan Juve:
- Musim 1960/61
Kemenangan terbesar Inter atas Juve terjadi pada tanggal 4 April 1954 dengan menggasak I Bianconeri lewat skor 6-0. Sementara kekalahan telak Inter dari Juve terjadi pada tanggal 10 Juni 1961 setelah dicukur 1-9, yang menjadi rekor kekalahan tandang terbesar I Nerazzurri sepanjang sejarah. Mungkin bagi orang yang gagal paham mengira betapa hebat dan dahsyat-nya kekuatan Juve sampai bisa menoreh skor se-mustahil itu terhadap klub raksasa macam Inter. Haha.. begini ceritanya, bro.
Pada pekan ke-28 musim 1960/61, Inter dibawah asuhan Helenio Herrera datang melawat ke Turin. La Beneamata hanya terpaut empat poin saja dari Juve yang jadi pemuncak klasemen. Kemenangan bagi Inter tentu bakal membuat persaingan scudetto semakin krusial.
Tak pelak, antusiasme melanda publik Italia hingga mereka berbondong-bondong datang ke stadion untuk menyaksikan laga seru ini. Sayang, stadion Juve yang kala itu hanya berkapasitas lima ribu orang tidak mampu menampung kelebihan tifosi yang hadir. Imbasnya, para tifosi memenuhi venue pertandingan dalam arti sebenarnya. Ya, selain merembes hingga ke pinggir lapangan, beberapa dari mereka bahkan duduk di bench pemain!
Melihat situasi tidak kondusif, wasit lantas memberikan kemenangan gratis untuk Inter. Ini sudah sesuai aturan. Namun kubu tuan rumah tak menerima keputusan itu begitu saja. Mereka kemudian mengajukan banding, hingga FIGC (PSSI-nya Italia) secara kontroversial memutuskan untuk mengadakan pertandingan ulang pada 10 Juni 1961.
Kenapa bisa dikabulkan? Sebabnya ketua FIGC saat itu adalah Umberto Agnelli, yang tidak lain adalah Presiden Juve!
Inter pun ngambek. Presiden Inter kala itu Angelo Moratti dan pelatih Herrera pun memutuskan untuk menurunkan para pemain junior di laga ulangan itu. Ya, pemain muda! Alhasil pantas saja, Juve dengan mudah melumat Inter dengan skor telak 9-1. Bisa ditebak, Juve akhirnya keluar sebagai peraih scudetto.
Dua musim berikutnya Inter melakukan pembalasan. Mereka mengalahkan Juve di laga tandang maupun kandang, dan merebut scudetto. Itu baru hebat, guys!
- Musim 1966/67
Pada awal musim, persaingan tak hanya milik Inter dan Juve. Namun sejak pekan ke-10, peta perseteruan mulai mengerucut. Mulanya Inter memimpin, lama kelamaan Juve mengejar. Di pekan ke-19, keduanya punya poin sama.
Di pekan berikutnya, persaingan berubah lagi. Juve ditahan seri AC Milan sehingga Inter unggul 1 poin. Keadaan seperti ini terus berlanjut hingga sebelum satu pekan terakhir. Di pekan ke-33, Inter mengantongi poin 48, sedangkan Juve 47. Akibatnya, Inter cuma butuh satu kemenangan di pekan terakhir.
Apesnya, di pekan ke-34 Inter justru dikalahkan 0-1 oleh Mantova (28 Maret 1967). Sebaliknya Juve menang 2-1 atas Lazio. Mau tidak mau, Inter mesti merelakan scudetto disalip Juve.
- Musim 1979/80
Mulanya persaingan diramaikan banyak klub. Keadaan baru berubah di pekan ke-9 sampai pekan ke-13. Inter tinggal bersaing dengan AC Milan. Namun pekan-pekan berikutnya prestasi Milan menurun. Justru Juve mulai naik dan membayangi Inter.
Sayang semua sudah terlambat. Inter sudah melaju terlalu jauh. Pada pekan ke-27, I Nerazzurri telah memimpin enam poin (Inter 38 dan Juve 32 poin). Di pekan terakhir -ketika itu Serie-A masih terdiri dari 30 giornata- Inter tetap berada dipuncak klasemen dengan poin 41 dan merengkuh scudetto, sementara Juve hanya 38.
- Musim 1997/98
Hingga pekan ke-30, Inter menempel ketat Juve yang jadi pemuncak klasemen dengan berjarak satu poin saja. Tak heran jika Derby d'Italia pada pekan ke-31 jadi penentu perebutan gelar juara.
Duel di Stadion Delle Alpi berlangsung seru nan ketat. Disinilah terjadi kontroversi. Pada menit ke-6, Ronaldo melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti tuan rumah. Namun sesaat sebelum melepaskan tembakan, striker Inter asal Brasil itu ditabrak secara brutal oleh bek Juve, Mark Iuliano. Pelanggaran? Tidak! Wasit Piero Ceccarini yang memimpin tak menggubris protes pemain Inter.
Laga semakin panas, beberapa pelanggaran keras akibat emosi para pemain yang memuncak sempat terjadi. Ditengah situasi, Juve berhasil unggul melalui Alessandro Del Piero pada menit ke-21. Skor berubah 1-0 untuk tuan rumah.
Pada menit ke-36, wasit Ceccarini malah memberikan penalti untuk Juve setelah Taribo West melakukan pelanggaran pada Del Piero di kotak penalti. Untung eksekusi Del Piero mampu dimentahkan Gianluca Pagliuca. Sayang Inter tak mampu membalas, kedudukan 1-0 bertahan hingga laga usai.
Akibatnya jarak semakin jauh. Ditambah hasil seri dan kalah di pekan-pekan berikutnya, I Nerazzurri semakin tak kuasa mengejar, Juve akhirnya juara di akhir musim dengan lima poin diatas Inter.
Di kemudian hari, Ceccarini menyesali keputusannya. "Saya melihat pertandingan ulang melalui video sehari setelahnya. Saya akui bahwa saya telah membuat kesalahan," aku sang wasit kepada La Gazzetta dello Sport tahun 2009.
"Bagaimana pun saya seharusnya menghadiahi Inter tendangan penalti. Saya tak ingin bersikap arogan, tapi hal itu menjadi noda dalam karir saya. Saya terus membiarkan pertandingan berlangsung dan 30 menit kemudian menghadiahi Juventus sebuah penalti,"sesal Ceccarini.
Usai pertandingan, kehidupan Ceccarini dan keluarganya selalu terancam. Bahkan beberapa kali ia dan keluarganya selalu mendapat teror atas keputusan kontroversialnya itu. Padahal jika di laga itu Inter menang, maka Juve hanya meraih 71 poin sedangkan Inter 72. Hasilnya mungkin akan lain.
"Sudah ada pengakuan yang membuat saya senang. Tapi mereka tetap tak menyerahkan scudetto atas hasil ini," ujar mantan pelatih Inter saat itu, Luigi Simoni.
"Saya ingat pelanggaran yang diterima Ronaldo dan membuat kami termasuk fans protes. Saya hampir ingin meninggalkan lapangan. Scudeetto seharusnya milik kami jika kami menang di Turin," tutup Simoni.
- Musim 2001/02
Akhir musim yang menyakitkan. Interisti yang ada pada masa itu pasti menangis, dan menyesal habis-habisan. Waktu itu, Inter dibawah kepelatihan Hector Cuper berkesempatan juara. Mereka terus memimpin dan Juve hanya bisa berada di bawahnya. Sampai pekan ke-33, I Nerazzurri masih mengantongi 69 poin dan Juve 68. Inter hanya butuh satu kemenangan saja untuk meraih scudetto.
Naas. Di pekan ke-34 (5 Mei 2002), Inter malah keok 2-4 dari Lazio. Sebaliknya Juve menang 2-0 dengan Udinese, sehingga merebut scudetto di pekan terakhir.
- Skandal Calciopoli
Setelah akibat segala kecurangan yang mereka perbuat, inilah skak mat buat Juve. Pembalasan yang sempurna. Ternyata benar, kalau selama ini Juve ada kongkalikong dengan wasit sehingga mereka kerap diuntungkan.
Skandal mulai terkuak tatkala penyelidikan jaksa pada sebuah agensi terkenal Italia, yakni GEA World. Dalam penelusurannya, sang jaksa menemukan percakapan telepon yang dilakukan dua petinggi Juve, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo, dengan beberapa pejabat terkait penunjukan wasit.
Gelandang Inter, Luis Figo pernah memergoki Moggi berada di ruang wasit pada jeda babak Inter kontra Juve di pekan ke-25 Serie-A 2005/06.
Dalam wawancara dengan pers usai pertandingan, Figo menuduh Pavel Nedved sengaja melakukan diving usai dilanggar Ivan Cordoba dengan pura-pura jatuh untuk mengelabui wasit. Sehingga wasit Gianluca Paparesta menghadiahi Juve tendangan bebas yang mampu dimanfaatkan Del Piero untuk membuat kedudukan menjadi 2-1 bagi Nyonya Peot. Menurut Figo, kejadian itu sungguh memalukan dan mencoreng citra Serie-A.
Moggi selaku pejabat Juve tak terima, dan malah meremehkan Figo. "Pemain yang menandatangani kontrak hanya untuk senang-senang, seharusnya tutup mulut saja," kecam Moggi (14 Februari 2006).
Selang satu hari, Figo geram dengan apa yang diucapkan Moggi. Dia pun memberikan serangan balik dengan menuduh Moggi bercengkerama dengan wasit di ruangan wasit sebelum pertandingan dimulai.
"Aku telah malang melintang di dunia sepakbola. Banyak sosok yang aku jumpai seperti halnya Moggi. Tetapi, dia adalah sosok unik yang penuh intrik. Buat apa pejabat seperti Moggi berada di ruang wasit sebelum pertandingan dimulai," tutur pemain asal Portugal itu.
Lucunya, Juve tak terima dan menyebut tuduhan Figo terhadap Moggi sebagai fitnah kejam yang sangat serius dan menyakitkan, sehingga klub kota Turin itu bertekad memperkarakan kasus itu ke pengadilan.
Kenyataannya? Figo-lah yang akhirnya menepuk dada tanda kemenangan. Moggi terbukti berbuat haram dengan Ketua Komisi Wasit FIGC, sekaligus Wakil Ketua Komisi Wasit UEFA, Pierluigi Pairetto.
Pada bulan Mei 2006, Figo meminta FIGC membatalkan sanksi yang menimpanya. "Aku harap mereka mengembalikan uang denda itu. Ini masalah kehormatan. Karena aku tidak mau dianggap menjelek-jelekkan orang lain. Kasus yang menimpa Moggi saat ini membuktikan ucapanku dulu bukanlah guyonan,"katanya.
Akhirnya, FIGC menghukum beberapa klub yang terlibat pengaturan skor atau yang terkenal sebagai Skandal Calciopoli. Juve jadi yang terberat. Selain pencabutan dua gelar scudetti 2004/05 dan 2005/06 era pelatih Fabio Capello, Juve juga harus turun kasta ke Serie-B untuk kali pertama. Selain itu, mereka juga dihukum pengurangan sembilan poin di awal musim. Sementara direktur olahraga Juve, Luciano Moggi yang jadi dalang utama dijatuhi hukuman seumur hidup tak boleh berkecimpung di dunia sepakbola Italia. Nah lo, kena.. haa.
Bersama AS Roma, Inter menjadi klub elite Serie-A terbersih dan mengusung sportivitas. Pada tanggal 26 Juli 2006, pengadilan banding FIGC memutuskan mencopot gelar scudetto 2005/06 dari Juve dan menyerahkannya kepada Inter. Sementara gelar musim 2004/05 ditiadakan. Berarti gelar scudetto Inter menjadi 14, dan mereka berhak memakai perisai lambang scudetto pada kostum musim 2006/07.
Klasemen akhir Serie-A 2005/06 setelah Skandal Calciopoli : 1.Inter (76), 2.Roma (69), 3.Milan (58), 4.Chievo (54), 5.Palermo (52), 6.Livorno (49), 7.Empoli (45), 8.Parma (45), 9.Fiorentina (44), 10.Ascoli (43), 11.Udinese (43), 12.Sampdoria (41), 13.Reggina (41), 14.Cagliari (39), 15.Siena (39), 16.Lazio (32), 17.Messina (31/batal degradasi), 18.Lecce (29/degradasi), 19.Treviso (21/degradasi), 20.Juventus (91/dihukum turun ke Serie-B).
Sampai saat ini Juve dengan presiden mereka, Andrea Agnelli selalu berusaha mengajukan banding ke mahkamah tertinggi olahraga, minta gelar mereka dikembalikan, dan nama baik mereka dipulihkan. Bahkan secara menyakitkan, mereka juga mengatakan almarhum Giacinto Facchetti -mantan Presiden Inter yang juga mantan pemain Inter/Timnas Italia legendaris yang terkenal sportif- yang meninggal tahun 2006 juga turut terlibat skandal. Namun usaha mereka sia-sia, tak membuahkan hasil. Kejujuran pasti akan selalu menang.
Luciano Moggi "sang mafia wasit". Ia yang dulunya begitu diagung-agungkan sebagai juru transfer handal yang menjadi pahlawan Juve selama bertahun-tahun kini jadi pesakitan, dengar namanya pun Juventini ogah. Kacian, kacian.. haa
- Musim 2009/10
Pada pekan ke-15 Serie-A 2009/10, jelang laga digelar, bus pemain Inter dilempari telur busuk dan benda-benda lainnya oleh Juventini. Emosi terbawa sampai ke lapangan, pertandingan diwarnai cekcok mulut dan fisik diantara pemain. Sorotan utama ada pada perselisihan kiper Juve, Gianluigi Buffon dengan gelandang Inter, Thiago Motta.
Wasit pertandingan, Massimiliano Saccani sampai harus mengeluarkan tujuh kartu kuning dan satu kartu merah dalam laga yang berkesudahan 2-1 untuk Juve ini.
- Musim 2012/13
Sejak dibuka 8 September 2012, Juventus Stadion tergolong "angker" bagi lawan-lawan. Tapi lagi-lagi Inter menjadi nama yang tidak diinginkan Nyonya Peot. Inter dibawah asuhan Andrea Stramaccioni menjadi tim pertama yang mempermalukan Juve di stadion baru mereka. Dua gol Diego Milito ditambah satu gol Rodrigo Palacio membuat gol cepat Arturo Vidal yang berbau offside seakan tak berarti. Bukan hanya kalah, hasil ini juga mematahkan rekor 49 laga tak terkalahkan di Serie-A.
Dibawah ini video serunya pertandingan yang berlangsung tanggal 3 November 2012 ini.
- Musim 2013/14
Ini menyangkut rencana barter mengejutkan antara Inter dan Juve yang melibatkan Fredy Guarin dan Mirko Vucinic. Sebelum berita merebak, negoisasi kedua tim berlangsung lancar tanpa hambatan. Namun pasca terkuaknya kabar tersebut, Interisti garis keras langsung bereaksi menolak mentah-mentah pertukaran itu.
"Kebijakan klub macam apa yang melemahkan skuad yang sudah terbatas untuk memperkuat rival? Guarin ke Juve tidak dapat diterima!"
"Pemain muda dengan teknik tinggi untuk pemain tua? Semua ini membuat kami bingung.."
Demikian kutipan pesan para pemimpin Curva Nord.
Manajemen Inter kemudian merespon, mereka lantas membatalkan rencana pertukaran itu di detik terakhir. Keputusan itu membuat kubu Juve berang, dan menyebut manajemen Inter tak tahu arti profesionalisme.
Yup, sampai kapan pun Juve tetap akan jadi musuh sepanjang hayat Inter Milan (sumber: Tabloid Soccer, Detik, Goal, dan Viva).
Alessandro Del Piero dan Ronaldo, ikon kedua klub era akhir 90-an |