Pelatih Inter Milan: Helenio Herrera Sang Penyihir



     

     Bisa dibilang Helenio Herrera adalah pelatih tersukses sepanjang sejarah Inter Milan. Dibawah asuhannya selama enam musim (1960-1966), Inter mengalami masa keemasan dan mendapat sebutan mentereng La Grande Inter atau The Great Inter (Inter yang Hebat).Saking hebatnya, I Nerazzurri ditakuti lawan-lawannya di dalam maupun luar negeri. Tidak hanya menguasai Italia, mereka juga megenggam Eropa. “Tak ada masa paling indah buat Inter, keculai masa kepemimpinan bapak saya (Angelo Moratti) dan kepelatihan Helenio Herrera. Herrera memberikan dedikasi luar biasa. Dia tidak hanya membuat bapak saya bahagia, tapi juga seluruh tifosi Inter,” kenang Massimo Moratti, mantan Presiden Inter.
      Herrera lahir di Bouenos Aires (Argentina) pada 17 April 1913.Julukannya adalah Il Mago (Penyihir). Herrera mulai gemilang sebagai pelatih ketika berkarir di Spanyol dengan menghadirkan gelar juara La Liga bagi Atletico Madrid musim 1949-1951, serta mempersembahkan dua gelar La Liga (1959, 1960) dan dua gelar Copa del Rey (1959, 1981) bagi Barcelona.
     Kesuksesanya tersebut membuat Herrera didatangkan Presiden Angelo Moratti ke Internazionale. Tadinya ia mencoba menerapkan sepak bola terbuka, kreatif, dan menghibur seperti yang ia lakukan di Spanyol. Namun prestasi maksimal yang mampu diraih oleh sang pelatih hanyalah posisi ketiga dan runner-up Serie A. Ia tidak puas dengan hal tersebut dan – setelah petinggi klub mempertimbangkan pemecatannya – Herrera melakukan eksperimen, coba mengadaptasi sistem Verre milik Rappan yang sukses di Swiss. Karl Rappan adalah orang Austria yang melatih timnas Swiss pada 1937-1938. Gaya permainan bertahan mereka ampuh mengalahkan Jerman dan Inggris.
     Revolusi Herrera kemudian dikenal dengan sistem catenaccio atau pertahanan grendel. Ia melakukan sistem permainan defensif  secara disiplin yang dipadu dengan serangan balik nan cepat, membuat Inter sulit ditaklukkan. Permainannya memang kurang aktraktif, tapi sangat efektif. Catenaccio mensyaratkan adanya seorang pemain sweeper, berdiri didepan kiper dan dibelakang empat atau tiga bek. Tugasnya menutup lubang pertahanan. Dengan sistem itu, serangan balik sangat ditekankan. Biasanya dari wing back atau tengah. Umpan jarak jauh yang akurat sangat dibutuhkan. Salah satu pemain Giacinto Facchetti yang mengisi posisi bek sayap kiri memegang peran sentral dan memiliki kebebasan untuk menyerang. Facchetti mencatatkan rekor langka sebagai pemain belakang dengan menembus koleksi gol sebanyak dua digit.
     
Hererra dan Giacinto Facchetti
     Revolusi tersebut berbuah manis. Herrera berhasil membawa Inter meraup tujuh gelar bergengsi. Di liga lokal, mereka merebut tiga scudetto (1962-63, 1964-65, dan 1965-66). Sukses dimusim 1965-66 menandai scudetto ke-10, yang artinya Inter menjadi klub ketiga di Italia yang berhak menyandang tanda bintang emas dikostumnya, setelah Juventus dan AC Milan. I Nerazzurri juga menggila di tingkat internasional. Tim asuhan Hererra merajai Eropa dua musim beruntun, dengan menjuarai Piala Champions 1963-64 dan 1964-65 mengalahkan Real Madrid dan Benfica. Lalu sebagai juara Piala Champions, Inter berhak tampil di Piala Interkontinental yang mengadu juara benua Eropa dan Amerika. Turnamen itu pun mereka menangi pada 1964 dan 1965, keduanya melawan klub Independiente asal Argentina.
     


     Berkat sukses Inter tersebut, demam catenaccio mewabah di Italia. Beberapa klub mengikuti gaya permainan Hererra.Tak hanya itu, timnas Italia pun ikut-ikutan memakainya.Kehadiran catenaccio versi Hererra benar-benar mengubah tren penerapan taktik di sepakbola.Hererra mewariskan filosofi yang kemudian menjadi akar dan ciri khas sepak bola Italia. Bahkan sampai kini gaya permainan bertahan itu masih kental dalam sepakbola Italia, meski banyak variasinya, tak lagi murni catenacccio.
     Bukan hanya segi taktik, Herrera juga menggunakan metode baru untuk memperlakukan pemainnya. Menurut keterangan, Herrera membuat pelatihan di Inter menjadi sangat ketat, keras, dan ambisius. Ia bahkan pernah menghukum salah satu pemain yang mengatakan “kami akan bertanding ke Roma”, bukan “kami akan menang di Roma”. Ia tidak hanya disiplin secara metode, tetapi juga detail dalam perlakuan mental pemainnya.
     “Kami benar-benar menjadi profesional dan disiplin. Bahkan, soal diet pun kami lakukan dengan ketat demi menjaga kualitas permainan kami,” kenang Alessandro Mazzola, striker legendaris Inter tahun 60-an.
     
Herrera dan Sandro Mazzolla


     Sempat menyeberang ke AS Roma selama dua musim dan membawa klub ibukota itu menjuarai Piala Italia 1968-69, Herrera kembali ke Inter pada tahun 1973. Namun hanya semusim, tak ada lagi prestasi apa-apa yang bisa diberikan Il Mago. Ia pun pindah ke Rimini dan Barcelona.
     Hererra meninggal pada 9 November 1997 akibat penyakit jantung yang dideritanya. Ia dimakamkan di Kota Venice (Italia).
                                                                                 (sumber: Goal, Soccer, dll)


Postingan Populer