Pelatih Inter Milan: Roberto Mancini Sang Spesialis Krisis
Nama Roberto Mancini jelas mendapat
apresiasi dan kredit tersendiri dari semua pelatih yang pernah mengarsiteki
Inter Milan. Karena Mancini-lah, Inter berhasil menuntaskan puasa scudetto Serie-A, gelar yang ditunggu hampir
18 tahun lamanya, setelah terakhir tahun 1989. Sekaligus memupus rasa penasaran
Presiden Massimo Moratti yang sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli
pemain dunia, dan doyan gonta-ganti pelatih (yang tak sampai dua musim) demi
ambisinya menjadi juara Liga Italia.
Mancini lahir di Jesi, Ancona (Italia), 27 November 1964. Semasa aktif
bermain, ia berposisi sebagai striker dengan julukan Bambino d’Oro (The Golden
Boy). Salah satu penyerang hebat di awal 90-an dengan mengantarkan Sampdoria
menjadi kampiun Serie-A 1990-1991, serta Lazio 1999-2000, tapi kurang begitu
bersinar di timnas. Bakat manajerial Mancini memang sudah terlihat sewaktu jadi
pemain.
Ketika Mancini menangani Fiorentina pada tahun 2001, ia sudah disebut-sebut
sebagai pelatih muda potensial Italia. Walau hanya bekerja di Fiorentina selama
10 bulan, La Viola yang hampir bangkrut dibawanya menjuarai Piala Italia
2000-2001. Pindah ke Lazio pada 2002 yang juga sedang dililit masalah finansial,
klub ibukota itu juga berhasil memenangkan Piala Italia 2003-2004. Dianggap
jenius, Mancini secara tak resmi dijuluki pelatih spesialis krisis diawal-awal
kepelatihannya.
Kemudian Mancini berjodoh dengan Inter Milan, menggantikan posisi
Alberto Zaccheroni pada musim 2004-2005. Di klub inilah ia menasbihkan diri
sebagai salah satu manajer terbaik dunia. Pada musim pertamanya, Inter asuhan
Mancini memenangi Piala Italia 2004-2005 dengan kemenangan 3–0 atas Roma di
Giuseppe Meazza pada babak final. Pada Agustus 2005, Inter memenangi Piala
Super Italia yang kedua dalam sejarah setelah menang 1–0 atas Juventus. I
Nerrazzurri kembali menggondol trofi Piala Italia 2005-2006 dan Piala Super
Italia 2006.
Akibat dari Skandal Calciopoli, titel scudetto musim 2005-2006 yang
diraih dialihkan ke Inter. Barulah
kemudian tim asuhan Mancini mulai mendominasi Italia. Pada musim 2006-2007, Inter
berhasil memecahkan beberapa rekor 17 kali kemenangan beruntun di Serie-A,
dimulai dari 25 Oktober 2006 (saat menang 4–1 atas Livorno) dan berakhir pada
28 Februari 2007 setelah ditahan imbang 1-1 oleh Udinese. Rekor kemenangan
selama empat bulan ini menjadi yang terbaik dalam sejarah Liga Italia dan
Eropa. Inter pun memenangi titel scudetto dengan lima pekan tersisa dan hanya
sekali mencicipi kekalahan di liga domestik pada musim tersebut.
Pada musim keempatnya di Inter
(2007-2008), yang juga musim terakhirnya, reputasinya kembali meningkat setelah
berhasil mempersembahkan gelar Serie-A yang ketiga secara beruntun. Mancini
menjadi pelatih ketiga dalam sejarah Inter yang mampu memenangi titel liga
secara beruntun setelah Alfredo Foni (1952-1953, 1953-1954) dan Helenio Herrera
(1964-1965, 1965-1966).
Mancini memang berjaya dilevel domestik, tapi kurang bertaji dikancah
Eropa. Inter-nya Mancini tidak berdaya di Eropa. Usai Inter gugur pada babak 16
besar Liga Champions 2007-2008 melawan Liverpool dengan agregat 3-0, Mancini
secara mengejutkan mengeluarkan pernyataan akan angkat kaki dari klub yang
telah ditanganinya selama empat tahun.
“Ini adalah dua setengah bulan terakhir saya di Inter. Saya sudah
memberitahu pemain dan Presiden Massimo Moratti,”ucap Mancini kala itu. “Ini
adalah keputusan yang saya ambil sejak lama dan tidak tergantung pada kekalahan
malam ini.”
Namun, hanya berselang 24 jam Mancini meralat pernyataan negatifnya itu
dan tetap akan melatih Inter sampai kontraknya berakhir. Sikap plin-plan
Mancini ini mulai memantik renggangnya hubungan dia dengan beberapa pemain
bintang. Karena dianggap tidak lagi mendapatkan respek dari tim, Inter pun memecat Mancini pada 29 Mei 2008 dan
menggantikannya dengan Jose Mourinho.
Pada 19 Desember 2009, Mancini dipilih menjadi manajer Manchester City.
Klub Inggris yang tadinya semenjana itu dibuatnya menjadi tim yang mulai
diperhitungkan hingga akhirnya sukses meraih juara Premier League 2011-2012,
gelar pertama Liga Inggris dalam sejarah tim biru langit itu.
Sempat pindah ke klub Galatasaray asal Turki pada 2013, Mancini kembali
ke Inter yang mengalami penurunan performa menggantikan Walter Mazzarri pada
November 2014. Pada debut keduanya bersama Inter, Mancini harus menghadapi laga
derby Madonnina dengan tim sekota AC Milan di lanjutan Serie A. Debut Mancini
tersebut berakhir seri dengan skor 1-1. Diakhir musim 2014-2015 Inter berada
diperingkat delapan.
Selanjutnya musim 2015-2016, Mancini sempat memberi harapan dengan membawa
Inter memuncaki klasemen Serie-A pada paruh musim pertama. Tapi apa daya,
performa I Nerazzurri justru anjlok drastis diparuh musim kedua sehingga mereka
harus puas finish diposisi empat.
Menjelang musim 2016-2017 bergulir, Inter kembali menuai hasil buruk
pada pramusim dengan selalu mengalami kekalahan pada beberapa partai
persahabatan. Belum lagi Mancini tidak mengalami kesepahaman dengan manajemen
mengenai transfer pemain. Walhasil, bulan madu usai sudah, cerita tak lagi
indah seperti beberapa tahun yang lalu. Dua pekan menjelang pembukaan Serie-A,
Mancini pergi digantikan Frank De Boer.
(sumber: Wikipedia, Bola, Soccer,
dll)