Ala Komentator Italia
Menonton pertandingan sepakbola di tv tanpa komentator itu jelas nggak seru. Ibarat sayur tanpa garam. Walau kadang "jengkel" juga sih kalo denger omongan komentator yang kadang sok tahu dan berlebihan, hee. Namun itu yang bikin pertandingan jadi hidup dan punya greget.
Kalo di Indonesia, tentunya kita sudah familiar dengan sosok Valentino Simanjuntak yang angkat nama saat mengomentari partai Timnas U-19 era Evan Dimas. Suaranya berapi-api dan bersemangat dengan ciri khas kata "Jebret" saat pemain kita mencetak gol ke gawang lawan, plus kutipan kata-kata mutiara ala Bung Karno dll.
Nah, kalo di Italia komentator gaya histeris seperti ini mungkin sudah biasa. Dan kayaknya disana komentatornya itu unik-unik. Maksudnya gini, misalnya ada pertandingan derby antara Inter Milan versus AC Milan, maka selain komentator netral juga ada komentator yang "real" memang pendukung kedua tim. Jadinya seru. Jadi begitu tim favoritnya menyerang dan menghasilkan gol, maka si komentator akan menceritakan jalannya pertandingan dengan semangat dan berteriak penuh kegembiraan. Apalagi bila menang saat peluit akhir berbunyi. Sebaliknya, jika gawang tim favoritnya dibobol tim lawan dan berujung kekalahan, maka ekpresi si komentator akan terdiam, dengan muka tak sedap dipandang (marah campur sedih), lalu siap-siap dibully komentator lawan. Asli kayak kita nonton bareng temen yang beda tim..hee.
Baik, kita akan mengenal dua komentator dan reporter Italia yang memang "real" pendukung Inter Milan.
Yang pertama Filippo Tramontana, seorang jurnalis kelahiran Milan , 25 Maret 1979. Ia menjadi penggemar Inter sejak kecil, ketika baru berusia 10 tahun, dimana pada tahun 1989 ia menyaksikan I Nerazzurri yang dilatih Giovanni Trapattoni merengkuh scudetto.
Setelah menyelesaikan studinya, Tramontana memutuskan untuk memulai karier sebagai jurnalis olahraga dan mulai berkolaborasi dengan surat kabar kecil di Lombardy sejak tahun 2000-an. Titik balik yang menentukan dalam karirnya sebagai seorang jurnalis dan komentator sepak bola datang pada tahun 2007 ketika ia beralih ke stadion siaran langsung sepakbola di jaringan televisi Italia 7 Gold. Pada Maret 2016 Tramontana menjadi Direktur Komunikasi untuk tim sepakbola wanita Inter.
Baik, kita akan mengenal dua komentator dan reporter Italia yang memang "real" pendukung Inter Milan.
Filippo Tramontana |
Yang pertama Filippo Tramontana, seorang jurnalis kelahiran Milan , 25 Maret 1979. Ia menjadi penggemar Inter sejak kecil, ketika baru berusia 10 tahun, dimana pada tahun 1989 ia menyaksikan I Nerazzurri yang dilatih Giovanni Trapattoni merengkuh scudetto.
Setelah menyelesaikan studinya, Tramontana memutuskan untuk memulai karier sebagai jurnalis olahraga dan mulai berkolaborasi dengan surat kabar kecil di Lombardy sejak tahun 2000-an. Titik balik yang menentukan dalam karirnya sebagai seorang jurnalis dan komentator sepak bola datang pada tahun 2007 ketika ia beralih ke stadion siaran langsung sepakbola di jaringan televisi Italia 7 Gold. Pada Maret 2016 Tramontana menjadi Direktur Komunikasi untuk tim sepakbola wanita Inter.
Selanjutnya, Elio
Corno-seorang jurnalis senior Italia kelahiran Milan, 25 April 1946. Ia
selama bertahun-tahun menjadi penanggung jawab untuk halaman olahraga Il Giornale. Dikenal
sebagai jurnalis untuk Inter, pada tahun 2002 Corno mulai berkolaborasi dengan
studio transmisi Qui yang disiarkan
oleh Telelombardia.
Elio Corno |
Pada
bulan Desember 2006 Corno beralih ke siaran langsung sepakbola di jaringan televisi Italia 7 Gold, juga menjadi kolumnis Inter reguler pada program Diretta
Stadio. Namun sayangnya, pada Februari 2016 ia memutuskan untuk
meninggalkan saluran 7 Gold, tanpa benar-benar
menjelaskan alasannya.
Oh ya, Corno punya rekan komentator sekaligus "rival" bernama Tiziano Crudeli. Ini kakek memang pendukung berat AC Milan. Tapi salutnya, walau sudah berusia 75 tahun, namun Crudeli begitu enerjik mengalahkan anak muda. Gayanya menggebu-gebu dan membakar semangat penonton di rumah. Hebat! Tak jarang, Corno dan Crudeli saling adu argumen, ejek dan gontok-gontokan di studio, hee.
(sumber: Wikipedia dan Youtube)
Oh ya, Corno punya rekan komentator sekaligus "rival" bernama Tiziano Crudeli. Ini kakek memang pendukung berat AC Milan. Tapi salutnya, walau sudah berusia 75 tahun, namun Crudeli begitu enerjik mengalahkan anak muda. Gayanya menggebu-gebu dan membakar semangat penonton di rumah. Hebat! Tak jarang, Corno dan Crudeli saling adu argumen, ejek dan gontok-gontokan di studio, hee.
Tiziano Crudeli |
(sumber: Wikipedia dan Youtube)