Sekedar Bercerita (Forza Inter!)
Saya pernah nulis status panjang kayak gini di sebuah grup facebook Inter Club Indonesia (ICI) lokal daerah saya, sekitar tanggal 2 Mei
2016. Berikut isinya.
#sekedar
bercerita:
Banyak
orang bertanya mengapa saya menyukai Inter Milan, mengapa tidak Real Madrid
yang dipenuhi bintang, Barcelona yang mainnya cantik, atau klub-klub besar
Inggris yang notabene kans juaranya selalu besar setiap musim...
Well, jawabannya sok diplomatis dan
agak lebay: memilih klub sepakbola itu sama seperti memilih agama kalau sudah
yakin maka dianut sepanjang hayat... sama seperti jatuh cinta kepada seorang
wanita pujaan yang kalo bisa jadi pasangan menikah seumur hidup... wkwkwk.
Jujur,
Inter itu permainannya tak indah, terkadang malah suka bikin perasaan para
tifosinya campur aduk : senang,dag dig dug bahkan
uring-uringan. Hari ini main bagus, menang, tapi minggu
berikutnya bisa jelek dan kalah. Tapi disitulah
seninya jadi Interisti. Masih ingat tahun 2010 betapa begitu sport
jantung saya (mungkin mayoritas Interisti) saat semifinal leg kedua melawan
Barcelona yang bak mission impossible. Lalu begitu larutnya
kegembiraan kita campur haru saat I Nerazurri jadi juara Liga Champions saat
itu.
Cerita
selanjutnya kita sudah tahu, selesai treble winner klub kita ini seperti anti
klimaks. Marah? Pasti! Berpaling?
Tidak! Mungkin bagi mereka yang baru menyukai Inter waktu
jamannya Jose Mourinho pasti shock. Tapi bagi kita yang sudah menyukai
Inter sejak akhir tahun 90-an eranya Ronaldo dan Christian Vieri pasti sudah
terbiasa kayak gini, melihat Inter yang angin-anginan dan seperti di PHP-in.
Setidaknya
kita masih bersyukur, Inter Milan tak bernasib seperti Liverpool. Inter yang sempat lama puasa
gelar liga sejak 1988-89 akhirnya pecah telor antara rentang 2006-2010.
Sementara Liverpool, mereka terakhir juara liga tahun 1989-90 sampai sekarang
pun masih puasa gelar liga. Bayangkan men, gimana perasaan
para Liverpudian selama 26 tahun?? Melihat klub mereka
yang tadinya pengoleksi gelar terbanyak Liga Inggris akhirnya dikangkangi musuh
bebuyutan mereka, MU. Saat ini juga mereka tak masuk
perburuan juara.
Musim
ini, kembali Interisti seperti kena PHP. Tim asuhan Roberto Mancini yang
diparuh musim pertama jadi pemuncak klasemen entah mengapa jadi melempem di
paruh musim kedua. Interisti pun akhirnya woles,
sembari berharap biar masuk zona Liga Champions saja. Tapi apa yang terjadi? Tim ini pun kepayahan
melengserkan AS Roma diperingkat ketiga. Sempat
memangkas poin, Inter malah keok dari Genoa dan terbaru kalah dari Lazio.
Marah? Pasti. Kecewa? Wajar. Tapi sudahlah,
biarlah musim ini kita move on, sambil berharap optimis semoga musim depan
Inter akan lebih baik.
#Yang
utama Inter tetap sebagai klub jujur dan sportif tak seperti klub mafia hitam
putih yang sering dibantu wasit... hee
#Bukan
sejak kapan kamu jadi Interisti, tapi sampai kapan kamu jadi Interisti
#Sorry
kepanjangan ceritanya, dan maaf tak pernah gabung nonton bareng karena jarak
dan kesibukan, cinta saya kepada Inter hanya begini kadarnya, tak seloyal
Meltra Malhotra yang membuat saya salut dan angkat jempol... piss bro!.. heee
#Forza
Inter!